Isu ketidakhadiran anggota legislatif bukan hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga jadi sorotan di daerah, termasuk di Kalimantan Tengah (Kalteng). Publik pun mempertanyakan, wajar kah jika rakyat membayar pajak penuh, sementara wakil mereka justru absen dari rapat-rapat penting?
Absensi Legislator: Bukan Sekadar Bolos
Anggota DPRD sejatinya memiliki kewajiban menghadiri rapat paripurna, pembahasan perda, hingga rapat komisi. Namun faktanya, di sejumlah daerah termasuk Kalteng, kursi kosong kerap terlihat saat sidang berlangsung. Padahal, gaji dan tunjangan mereka bersumber dari uang rakyat.
Menurut aturan, absen 3 bulan berturut-turut tanpa alasan sah bisa dikategorikan pelanggaran berat kode etik. Di DPR RI, hal ini diatur dalam Peraturan Nomor 1 Tahun 2015, dan di daerah pun terdapat aturan sejenis dalam tata tertib DPRD.
Sanksi: Ada di Aturan, Tapi Jarang Tegas
Di atas kertas, mekanisme penindakan terhadap anggota dewan yang mangkir cukup jelas. DPRD Kalteng memiliki Badan Kehormatan (BK) yang berfungsi seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di pusat. Sanksi bisa berupa:
Ringan: teguran lisan atau tertulis.
Sedang: pencopotan dari jabatan di alat kelengkapan dewan.
Berat: pemberhentian sementara bahkan tetap sebagai anggota DPRD.
Namun dalam praktiknya, publik menilai sanksi tegas jarang benar-benar dijalankan.
Kritik Utama: Gaji Jalan Terus
Masalah paling krusial yang sering memicu protes masyarakat adalah soal gaji dan tunjangan. Meski malas hadir, anggota DPRD tetap menerima hak finansial penuh. Tidak ada mekanisme pemotongan gaji otomatis yang diberlakukan di Kalteng, sebagaimana juga terjadi di tingkat pusat.
Bagi warga, hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan: rakyat patuh membayar pajak, tapi wakilnya abai menjalankan kewajiban.
Dampak di Kalteng: Kepercayaan Publik Menurun
Ketidakhadiran anggota dewan berulang kali membuat rapat di DPRD Kalteng molor atau bahkan tidak kuorum. Akibatnya, pembahasan anggaran, regulasi, maupun program pembangunan daerah bisa tertunda. Kondisi ini mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif daerah.
“Kalau hanya datang tanda tangan absen lalu pulang, apa gunanya dipilih rakyat?” begitu keluhan yang sering muncul di ruang publik Kalteng.
Solusi: Transparansi & Sanksi Nyata
Untuk mengembalikan kepercayaan rakyat, ada beberapa langkah yang dinilai perlu dilakukan di Kalteng:
1. Publikasi kehadiran: Laporan kehadiran anggota DPRD sebaiknya dipublikasikan secara rutin di laman resmi agar bisa dipantau masyarakat.
2. Sanksi finansial: Penerapan pemotongan gaji/tunjangan bagi yang malas hadir harus diperjuangkan agar memberi efek jera.
3. Peran BK DPRD Kalteng: Badan Kehormatan tidak boleh sekadar menjadi formalitas, tapi benar-benar bertindak menjaga integritas dewan.
Kasus anggota DPR malas hadir bukan sekadar masalah etika, melainkan juga soal tanggung jawab moral terhadap rakyat yang membayar pajak. Di Kalimantan Tengah, publik berharap DPRD bisa menjadi contoh disiplin, bukan malah menambah daftar panjang keluhan masyarakat.
Pertanyaannya sederhana: jika rakyat di Kalteng rajin bayar pajak, pantaskah wakilnya malas hadir di kursi dewan?