Home / Rilis Resmi (Press Release) / Fenomena Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, MK Bahas Potensi Konflik Kepentingan

Fenomena Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, MK Bahas Potensi Konflik Kepentingan

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menguji pasal dalam Undang-Undang BUMN terkait praktik rangkap jabatan pejabat negara sebagai komisaris di perusahaan pelat merah. Sidang pendahuluan yang digelar pada Selasa (3/9/2025) itu membahas Perkara Nomor 156/PUU-XXIII/2025, yang menyoroti Pasal 27B UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga UU BUMN.

Pemohon Anggap Celah Hukum

Permohonan uji materi ini diajukan oleh sejumlah warga negara, di antaranya Beckham Jufian dan Christianto. Mereka menilai ketentuan Pasal 27B memberi ruang bagi pejabat publik, termasuk wakil menteri, untuk duduk sebagai komisaris BUMN.

Menurut pemohon, aturan ini membuka peluang penyalahgunaan kewenangan serta konflik kepentingan, karena seorang pejabat bisa merangkap dua posisi strategis sekaligus. Praktik ini dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, yang menjamin kepastian hukum serta perlakuan yang adil bagi seluruh warga negara.

“Diskresi pejabat publik tanpa pembatasan tegas menciptakan potensi abuse of power. Hal ini merugikan kepentingan publik dan menyalahi prinsip tata kelola yang baik,” demikian salah satu argumentasi pemohon dalam sidang.

Hakim Minta Penajaman

Dalam persidangan, para hakim konstitusi memberikan sejumlah masukan. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta agar permohonan disusun lebih sistematis sesuai ketentuan Peraturan MK Nomor 7 Tahun 2025.

Sementara itu, Hakim Ridwan Mansyur menyoroti perlunya pemohon menjelaskan secara konkret bentuk kerugian konstitusional yang ditimbulkan. “Jangan hanya menyebut secara umum, tapi uraikan contoh nyata, apakah ada kerugian langsung yang dialami atau potensi yang sudah pernah terjadi,” ujarnya.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menambahkan, para pemohon harus menegaskan hak konstitusional apa yang terdampak. Ia memberi waktu hingga 16 September 2025 untuk melengkapi permohonan.

Sorotan Publik dan Kritik LSM

Isu rangkap jabatan di BUMN bukanlah hal baru. Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya menyatakan bahwa rangkap jabatan pejabat publik di BUMN melanggar prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan membuka peluang adanya pendapatan ganda.

Koalisi masyarakat sipil juga sempat melaporkan sejumlah menteri dan wakil menteri yang merangkap jabatan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menilai praktik tersebut tidak hanya bermasalah secara hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan korupsi dan diskriminasi birokrasi.

Momentum Penegasan Hukum

Sidang ini menjadi penting karena MK sebelumnya telah menegaskan larangan rangkap jabatan dalam beberapa putusan, salah satunya Putusan No. 80/PUU-XVII/2019. Namun, celah hukum masih muncul dalam regulasi terbaru sehingga memicu perdebatan kembali.

Ke depan, putusan MK atas perkara ini akan menjadi penentu arah kebijakan tata kelola BUMN. Apakah rangkap jabatan akan tetap diberi ruang, atau justru ditegaskan larangannya demi menjaga integritas, akuntabilitas, dan kepercayaan publik.

Tag: