Di tanah Kalimantan Tengah, di tengah perjumpaan tradisi Dayak, Banjar, dan berbagai etnis lain, lahir sosok ulama yang dikenal luas sebagai Kiai Dayak Sampit (KDS). Nama lengkapnya KH. Iwan M. Arsyad Amrullah, seorang tokoh spiritual yang dihormati karena kemampuannya merawat harmoni sosial sekaligus bersuara lantang dalam menegakkan keadilan.
Latar Belakang Keluarga dan Julukan Kiai Dayak Sampit
KH. Iwan M. Arsyad Amrullah, lahir di Kecamatan Baamang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dari keluarga sederhana dengan akar tradisi keislaman yang kuat. Sejak kecil, ia dikenal dekat dengan masyarakat Dayak, yang kemudian memberinya julukan “Kiai Dayak Sampit”. Julukan ini bukan sekadar label etnis, tetapi simbol keakraban, kepercayaan, dan penerimaan lintas budaya.
Ia tumbuh di lingkungan yang majemuk, di mana agama Islam, adat Dayak, dan nilai lokal berpadu. Lingkungan inilah yang membentuk watak terbuka, rendah hati, dan visioner dalam melihat kehidupan.
Perjalanan Pendidikan dan Keilmuan
KH. Iwan menempuh pendidikan agama sejak usia dini di pesantren lokal di Kalimantan, kemudian melanjutkan menuntut ilmu ke pesantren besar di Pulau Jawa. Di sana ia mendalami fiqh, tafsir, tasawuf, dan ilmu sosial keislaman.
SD–SMP di Sampit: Sejak dini, KH. Iwan menunjukkan ketekunan belajar dan minat mendalam terhadap ilmu agama.
Pesantren Darussalam Martapura, Kalimantan Selatan: Setelah tamat SMP, ia melanjutkan pendidikan agama ke Pesantren Darussalam Martapura, salah satu pesantren tertua dan terbesar di Kalimantan. Di sini ia menyelesaikan pendidikan hingga meraih gelar S1 di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darussalam Martapura.
Berguru pada Ulama Besar Kalimantan Selatan: Tidak puas hanya dengan pendidikan formal, KH. Iwan memperdalam ilmu fiqih, tauhid, dan tasawuf kepada sejumlah ulama besar Kalimantan Selatan. Di antaranya adalah KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul) ulama kharismatik yang sangat berpengaruh serta para ulama sepuh lainnya.
Merantau ke Pulau Jawa dan Dunia Islam: Gairah ilmunya membawanya hingga ke Tanah Jawa, bahkan ke pusat-pusat keilmuan Islam dunia. Ia mengambil barokah ilmu dari para ulama Tarim, Hadramaut, dan juga Mesir.
KH. Iwan tidak hanya belajar agama, tetapi juga menekuni ilmu sosial, budaya, dan siyasah (politik). Hal ini membuatnya matang dalam memadukan nilai keislaman dengan realitas masyarakat majemuk.
Selain pendidikan agama formal, KH. Iwan juga dikenal rajin berdiskusi dengan para tokoh adat Dayak. Ia berupaya menjembatani nilai Islam dengan budaya lokal, sehingga ajarannya terasa membumi dan diterima luas oleh masyarakat lintas keyakinan.
Kiprah Organisasi Keagamaan dan Sosial
KH. Iwan aktif di berbagai organisasi keagamaan, terutama yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU) di tingkat wilayah Kalimantan Tengah. Ia kerap terlibat dalam kegiatan pendidikan, dakwah, hingga mediasi sosial ketika terjadi konflik.
Sebagai tokoh masyarakat, ia juga dipercaya duduk dalam forum-forum adat dan lintas agama. Kehadirannya menjadi penjembatan antara pemuka agama Islam, tokoh adat Dayak, dan pejabat daerah. Peran ini membuatnya sering dipanggil ketika muncul isu sensitif yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Suara Moral dalam Politik Lokal
Meski tidak terjun langsung ke politik praktis, KH. Iwan sering bersuara pada momentum penting. Ia menegur pejabat yang lalai, memberi peringatan kepada aparat penegak hukum, dan mengingatkan lembaga negara agar selalu berdiri di atas keadilan.
Dalam sengketa Pilkada Barito Utara, misalnya, ia menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) adalah ujung tombak harapan rakyat. “MK harus mampu membuktikan kebenaran, kebijakan, dan keadilannya dalam putusan Pilkada Barito Utara, sesuai dengan hati nurani rakyat,” ujar KH. Iwan, yang dikenal luas sebagai Kiai Dayak Sampit.
Pernyataan ini menggambarkan keberaniannya menjadi suara moral, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi untuk seluruh masyarakat Kalimantan Tengah.
Keinginan Utama KDS
Di balik kiprahnya sebagai ulama, mediator sosial, dan suara moral, KH. Iwan menyimpan satu cita-cita sederhana namun agung. Keinginan utama Kiai Dayak Sampit hanya satu: melihat dengan cinta kasih seluruh umat dan masyarakat Kalimantan Tengah bersatu dalam kedamaian, keamanan, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang merata.
Baginya, perbedaan suku, agama, dan pilihan politik tidak boleh menjadi sumber perpecahan. Justru, keberagaman harus menjadi kekuatan bersama dalam membangun Kalimantan Tengah yang damai dan makmur.
Warisan Pemikiran dan Harapan
KH. Iwan M. Arsyad Amrullah menegaskan bahwa agama harus menghadirkan ketenangan, politik harus menyejahterakan, dan hukum harus menegakkan keadilan. Prinsip inilah yang ia bawa dalam setiap ceramah, mediasi, maupun pernyataan publik.
Warisan yang ia tinggalkan bukan hanya berupa ilmu agama, tetapi juga nilai-nilai toleransi, keadilan, dan keberanian moral. Kehadirannya menjadi penopang penting bagi harmoni sosial, sekaligus pengingat bahwa ulama sejati tidak hanya hadir di mimbar masjid, tetapi juga di tengah denyut masyarakat yang haus akan keadilan.