Guna mendorong pembangunan yang adil serta menyeluruh, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) menyelenggarakan sebuah workshop penting pada 9 September 2025. Acara bertajuk Workshop Pengintegrasian Gender ke Dalam Dokumen Kebijakan bagi Kabupaten/Kota se-Kalteng ini diadakan di Aula Bapperida dan dihadiri oleh berbagai perwakilan pemerintah daerah.
Hamka, Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia, yang hadir mewakili Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, menyatakan bahwa pengarusutamaan gender (PUG) bukan sekadar idealisme, melainkan strategi pembangunan nasional yang wajib diimplementasikan seluruh perangkat daerah. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 dijadikan dasar hukum agar perspektif gender masuk ke dalam berbagai tahap pemerintahan: perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi.
Lebih lanjut, Hamka menekankan pentingnya data yang terpilah menurut jenis kelamin, usia, wilayah, dan kondisi sosial ekonomi sebagai pondasi dalam membuat kebijakan yang responsif dan tepat sasaran. Data semacam ini dianggap krusial agar manfaat pembangunan bisa dirasakan secara adil oleh semua kelompok masyarakat.
Dalam sambutannya, Hamka juga menyebut bahwa tidak satu pun perangkat daerah dapat bekerja sendiri dalam mewujudkan PUG. Sinergi dan dukungan antarlembaga/kabupaten/kota sangat diperlukan agar pelaksanaan integrasi gender bisa sistematis dan berkelanjutan.
Sementara itu, Ricko Brilyanu, Pengawas Perempuan dan Anak dari DP3APPKB Provinsi, menyampaikan bahwa workshop ini bertujuan meningkatkan pemahaman para pihak terkait tentang konsep kesetaraan dan integrasi gender dalam dokumen kebijakan pembangunan daerah. Terdapat harapan agar tiap kabupaten/kota tidak hanya memahami pentingnya, tetapi juga menyusun rencana aksi nyata, serta memperkuat komitmen pimpinan daerah dalam mendukung kebijakan yang responsif gender.
Pemerintah Provinsi Kalteng berharap bahwa workshop ini akan menjadi titik tolak yang lebih dari sekadar pertukaran pengetahuan. Diharapkan lahir gagasan-gagasan konstruktif yang bisa langsung diimplementasikan di lapangan, dan bahwa setiap kebijakan pembangunan di kabupaten/kota nanti akan mempertimbangkan sensitifitas gender termasuk bagi kelompok rentan seperti anak, lansia, dan masyarakat berpendapatan rendah. Dengan demikian, pembangunan tidak hanya bertumbuh, tetapi juga inklusif dan adil.